Peran Keluarga dalam pencegahan penyakit kusta

A. Definisi Kusta

Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushta yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kusta yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1872 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen (Zulkifli, 2003)

Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang sifatnya menahun dan disebabkan oleh adanya kuman Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit tropis yang masih menjadi suatu masalah kesehatan di dunia, khususnya di Negara-negara berkembang seperti Indonesia.

  1. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit kusta yakni dengan diagnosa dan pengobatan dini pada orang terinfeksi. Peralatan pribadi seperti piring, sendok, handuk, baju dll yang pernah digunakan oleh orang yang terinfeksi kusta harus dengan segera dihindari dan diperhatikan, dapat juga dengan penyuluhan tentang penyakit kusta serta peningkatan hygiene sanitasi baik sanitasi perorangan maupun sanitasi lingkungan (http://www.departmentofhealth/leprosy/healthcare, 2004).

B. Klasifikasi Tipe Kusta

Penyakit kusta terdiri dari bermacam-macam tipe, berikut klasifikasi kusta menurut Ridley Jopling (Dirjen PPM & PLP, 1998)

1. Kusta tipe interminate (I)

2. Kusta tipe tuberkuloid (TT)

3. Kusta tipe Borderline

4. Kusta Borderline Tuberculoid (BT)

5. Kusta Borderline (BB)

C. Gejala Penyakit

Bakteri penyebab kusta memiliki kemampuan yang lambat dalam menginkubasi, maka gejala tidak akan muncul pada 1 tahun setelah seseorang terinfeksi bakteri ini. Rata-rata gejala akan muncul pada kurun waktu 5 th – 7 th (www.leprosytoday.org, 2008).

Gejala-gejala dari penyakit kusta antara lain:

1.Lesi di kulit

(warna kulit lebih terang dari yang normal seperti panu)

2. Mati rasa

(kulit yang berada di sekitar lesi menjadi kaku dan mati rasa yang disebabkan karena kerusakan saraf tepi)

3. Kaku otot

(disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyerang otot, sehingga menyebabkan otot kaku)

4. Ada bagian tubuh yang tidak berkeringat.

5. Rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka

(www.medicalencyclopedia/leprosy/healthtopics, 2008)

D. Cara Penularan

Cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih menjadi sebuah tanda tanya, yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yaitu selaput lendir hidung, tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta melalui:

  1. Sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2-7 x 24 jam (2-7hari)
  2. Kontak kulit dengan kulit. Syaratnya dibawah umur 25 tahun karena anak-anak lebih peka daripada orang dewasa, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang.
  3. Kontak dekat dan penularan dari udara (droplet)

  4. Faktor tidak cukup gizi

  5. Kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat dalam jangka waktu yang lama

  6. Lewat luka

  7. Saluran pernafasan/ inhalasi

  8. Air susu ibu (kuman kusta dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat dan air susu).

E. Penyebab penyakit

Penyakit kusta disebabkan oleh suatu jenis bakteri yang disebut Mycobacterium leprae yang ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen. Kuman penyebab penyakit ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8µ dan lebar 0,2-0,5µ yang biasanya hidup dalam sel secara berkelompok membentuk blobus atau ada yang tersebar satu-satu serta memiliki sifat tahan asam (BTA) karena tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol.

F. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit kusta yakni dengan diagnosa dan pengobatan dini pada orang terinfeksi. Peralatan pribadi seperti piring, sendok, handuk, baju dll yang pernah digunakan oleh orang yang terinfeksi kusta harus dengan segera dihindari dan diperhatikan, dapat juga dengan penyuluhan tentang penyakit kusta serta peningkatan hygiene sanitasi baik sanitasi perorangan maupun sanitasi lingkungan (http://www.departmentofhealth/leprosy/healthcare, 2004).

G. Peran Keluarga Dalam Usaha Pencegahan Penyakit

Keluarga adalah: Sekumpulan orang yang memiliki hubungan melalui ikatan perkawinan, adopsi atau kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya, perkembangan fisik, mental dan sosial serta emosional dari tiap anggota keluarga. Peranan keluarga dalam mencegah penyakit kusta antara lain:

  1. Peningkatkan hygiene sanitasi lingkungan sekitar rumah untuk menekan timbulnya bibit penyakit, dari lingkungan keluarga yang sehat maka kemungkinan timbulnya penyakit akan semakin kecil
  2. Mengkonsumsi makanan gizi seimbang empat sehat lima sempurna sebagai awal perlindungan diri dari bibit penyakit

  3. Keluarga sebagai motivator yang berperan penting secara psikologis apabila salah satu anggota keluarga sedang sakit agar dapat pulih kembali seperti semula
  4. Pendidikan kesehatan dalam keluarga merupakan tingkatan awal dalam mencegah penyakit

  5. Keluarga yang sehat mandiri ialah keluarga yang dapat mencegah, mendeteksi secara dini dan menyelesaikan masalah kesehatannya sendiri yang timbul dalam keluarganya.

H. Tahap Pencegahan Penyakit

Terdapat 3 tingkat tahapan pencegahan penyakit yaitu: Primary prevention, Secondary prevention dan Tertiary prevention

    1. Primary prevention

    a. Health promotion

    1. Pendidikan kesehatan pada masyarakat dengan cara memberikan penyuluhan mengenai ciri, sebab, gejala, pencegahan serta   pengobatannya agar masyarakat mengenali gejala penyakit penyakit kusta

    2. Meningkatkan hygiene sanitasi perorangan

    3. Mengkonsumsi makanan gizi seimbang 4 sehat 5 sempurna sebagai awal perlindungan diri dari bibit penyakit

    4. Menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari kemungkinan timbulnya bakteri penyebab kusta

    b. Specific protection

    1. Meningkatkan hygiene sanitasi perorangan

    2. Vaksin, namun Hingga saat ini belum ada vaksin untuk penyakit kusta, hanya mengandalkan kekuatan imunitas dari masing-masing individu

    3. Perlindungan terhadap cedera/luka agar kuman kusta tidak dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh pejamu

    4. Membatasi diri kontak langsung dengan orang yang menderita kusta dalam waktu yang cukup lama

    2. Secondary prevention

    a. Early Diagnosis

    1. Memeriksakan ke pelayanan kesehatan apabila ada tanda atau gejala penyakit kusta seperti adanya lesi/bercak putih yang menyerupai panu agar mendapatkan penanganan yang tepat

    2. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala

    3. Bila sudah terdiagnosa penyakit kusta, maka penderita harus rutin melakukan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara cepat dan tepat agar tidak menjadi semakin parah

    b. Disability Limitation

    1. Pengobatan pada penderita kusta secara tepat dan adekuat. Pengobatan dilakukan secara rutin selama 6 bulan sampai 2 tahun agar tuntas dan kuman kusta tidak terdapat lagi dalam tubuh penderita

    2. Pengobatan yang adekuat agar tidak menimbulkan kecacatan pada penderita. Penyakit kusta dapat menyebabkan kecacatan tubuh seperti kehilangannya kaki-tangan dari penderita

    3. Tertiary Prevention

    Rehabilitation

    1. Penggunaan protesa extrimitas/kaki-tangan palsu agar penderita kusta dapat beraktifitas seperti sedia kala dan tidak bergantung pada orang lain serta dapat hidup mandiri

    2. Psikoterapi: rehabilitasi kejiwaan agar penderita tidak depresi karena penyakit yang dideritanya dan bisa bergabung dalam kelompoknya seperti semula. Tujuan dari psikoterapi ini ialah agar penderita lebih percaya diri dan sehat yang membuat masyarakat yang berada di sekelilingnya dapat menerimanya kembali

    3. Dukungan dari keluarga sangat penting dalam mengembalikan kepercayaan diri penderita


    Daftar Pustaka

    Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

    Amirudin, R. 1997. Konsep Baru Paradigma Kesehatan. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/05/konsep-baru-paradigma-kesehatan-bab-3-epid-perencanaan-edited/ diakses tanggal 31 Oktober 2009

    Anonymous http://id.wikipedia.org/wiki/Genetika diakses pada tanggal 24 Oktober 2009

    Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1998. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Ditjen PPM & PL, Depkes RI Jakarta

    Farich, A. 2006. Peningkatan Kesehatan Masyarakat. http://achmadfarich.pdf diakses pada tanggal 24 Oktober 2009

    Handayani, S. 1997. Eliminasi Penyakit Kusta Pada Tahun 2000 (on line) http://www.kalbe.co.id/files/ diakses pada tanggal 24 Oktober 2009

    http://www.jawatengah.go.id/dinkes/new/Profile2003/bab4.htm diakses pada tanggal 25 Oktober 2009

    http://www.who/programmesandproject/mediacentre/factsheet/ 2005, Leprosy diakses pada tanggal 25 Oktober 2009

    http://www.wikipedia/thefreeencyclopedia/leprosy/htm/ 2007. Leprosy diakses pada tanggal 25 Oktober 2009

    http://www.leprosytoday.org.htm/ 2008. Leprosy Today diakses pada tanggal 25 Oktober 2009

    http://www.medicalencyclopedia/leprosy/healthtopics/ 2008. Leprosy. diakses pada tanggal 25 Oktober 2009

    http://www.departmentofhealth/leprosy/healthcare/a4572/mht/ 2004. Leprosy diakses pada tanggal 25 oktober 2009

    Kandun, N I, 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. http://depkes.go.id. Diakses tanggal 31 Oktober 2009

    Mubarak, W dan Nurul Chayatin, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Salemba Medika, Jakarta

    Mukono, J. 2000. Prinsip-prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Erlangga University Press, Surabaya.

    Muninjaya, A.A.G. 1999. Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

    Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta, Jakarta

    Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta.

    Zein, U. 2008. Kusta dan Penularannya. http://www.gls.org/hidupsehat diakses tanggal 31 Oktober 2009

    Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. http://www.library.usu.ac.id diakses tanggal 31 Oktober 2009


    Januari 11, 2010 at 9:36 am Tinggalkan komentar

    Sunat perempuan?Mitos atau Budaya??

    Berbagai masyarakat mengganggap adanya mitos sunat bagi perempuan merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan bagi mereka yang memiliki anak perempuan. Namun, pada kenyataanya apakah sunat itu di legalkan secara hukum?dan bagaimana dipandang dari segi kesehatan?apakah sunat berpengaruh terhadap kehidupan perempuan tersebut,terutama kehidupan reproduksinya?banyak sekali pertanyaan yan g ada di benak kita. Mungkin penjelasan dibawah ini dapat sedikit memberikan informasi Sunat, khitan atau sirkumsisi adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis. Kata sirkumsisi sendiri berasal dari bahasa Latin circum (berarti “memutar”) dan caedere (berarti “memotong”). Sejak dahulu, secara rutin sunat dilakukan pada setiap laki-laki muslim dan Yahudi. Bahkan pada awalnya para pendeta Kristen pun diharuskan sunat.

    Sunat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara konvensional dan modern. Cara konvensional maksudnya dilakukan dengan operasi, sementara cara modern dengan menggunakan sinar laser. Keuntungan penggunaan cara modern adalah operasi lebih cepat, perdarahan tidak ada/sangat sedikit, penyembuhan cepat, rasa sakit setelah operasi minimal, aman, dan hasil secara estetik lebih baik.Dari segi kesehatan terbukti bahwa sunat sangat menguntungkan bagi kesehatan. Manfaat sunat atau sirkumsisi amat disadari dan justru dipraktekkan di negara Barat. Delapan puluh persen bayi di Amerika Serikat disunat, dan setiap tahun sekitar 1,2 juta bayi laki-laki di sana disunat. Di Kanada, 48 persen dari laki-laki disunat. Sekadar informasi, Hutchinson pada tahun 1855 melaporkan bahwa sunat mungkin sekali dapat mencegah seseorang tertular penyakit sifilis. Sunat terbukti menurunkan risiko infeksi saluran kemih. Penelitian menunjukkan, 7-14 per 1000 bayi yang tidak disunat mengalami infeksi saluran kemih. Bandingkan dengan hanya 1-2 per 1000 bayi yang disunat.

    Sunat juga dapat menurunkan risiko kanker penis. Hal ini disebabkan selain karena risiko terinfeksi HPV menurun juga karena tidak ada kotoran yang menumpuk akibat terhalang oleh kulit sehingga tidak terjadi peradangan kronis pada penis yang dapat memicu timbulnya kanker penis. Penyakit lain yang dapat dihindarkan dengan sunat, misalnya phimosis, paraphimosis, dan candidiasis. Pria yang disunat relatif lebih higienis, pada masa tua lebih mudah merawat bagian tersebut dan secara seksualitas lebih menguntungkan (lebih bersih, tidak mudah lecet/ iritasi, dan terhindar dari ejakulasi dini). Berbeda dengan sunat pada pria, sunat pada wanita sangat tidak dianjurkan. Selain karena dasar agamanya belum jelas, sunat pada wanita juga terbukti tidak membawa manfaat apa-apa untuk kesehatan. Sunat pada wanita dilakukan dengan jalan pemotongan klitoris sedangkan klitoris sendiri adalah salah satu bagian peka rangsangan pada kelamin wanita. Pada beberapa komunitas, dilakukan praktek sunat perempuan yang diserupakan dengan sirkumsisi pada laki-laki. Karena klitoris merupakan ”kembaran” dari penis, maka kulit disekitar klitoris juga harus dibuang, seperti membuang preputium pada laki-laki. Bahkan ada juga yang sampai membuang klitorisnya itu sendiri. Tindakan ini tidak dikenal dalam dunia medis. Pemotongan atau pengirisan kulit disekitar klitoris apalagi klitorisnya sangat merugikan. Tidak ada indikasi medis untuk mendasarinya. Seorang bidan di Jawa Barat pernah mengulas tentang hal ini karena menemukan bekas-bekasnya pada pasiennya. Kenyataannya memang ada kelompok yang meyakini bahwa anak perempuan pun diwajibkan menjalani khitan. Dan praktek tersebut dilakukan juga, bahkan di pusat-pusat pelayanan kesehatan. Praktek sunat pada perempuan (SP) sudah ada sejak jaman sebelum masehi. Penelitian anthropologi mendapatkan praktek tersebut pada mummi mesir yang justru ditemukan pada kalangan kaya dan berkuasa, bukan oleh rakyat jelata. Ahli anthropologi menduga pada jaman kuno sunat untuk mencegah masuknya roh jahat melalui vagina. Survei epidemiologi WHO menemukan beberapa alasan melakukan (SP) seperti pada identitas kesukuan, tahapan menuju dewasa, prasyarat sebelum menikah juga pemahaman seperti klitoris merupakan organ kotor, mengeluarkan sekret berbau, mencegah kesuburan atau dapat menimbulkan impotensi bagi pasangannya. Medikalisasi khitan pada perempuan harus dilarang meskipun pada filosofinya adalah mengurangi risiko kesehatan daripada dilakukan bukan oleh tenaga medis. Langkah ini dianggap berbahaya karena menggunakan peralatan seperti pisau, jarum dan gunting. Sekilas gambaran medikalisasi memang menakutkan karena penggunaan alat-alat seperti itu, tetapi fakta yang ada yang dilakukan adalah membuat perlukaan kecil pada klitoris. Bahkan banyak yang hanya mempratekkan ”sunat psikologis” dimana sekedar menorehkan sedikit dengan ujung jarum, keluar setetes darah, dan orang tua pasien pun puas. Bahkan kadang ada yang hanya sekedar sandiwara dengan meneteskan cairan antiseptik berwarna merah sewarna darah, yang sekaligus diteruskan dengan pembersihan daerah disekitar klitoris. Dalam hal ini orang tua merasa memiliki kewajiban untuk melakukan tindakan tersebut terhadap anaknya. Ketika hal ini sudah berkaitan dengan soal keyakinan agama, maka persoalannya tidak lagi sederhana, yang berujung pada perilaku kesehatan. Bila sudah menghadapi masalah perilaku pada suatu komunitas, maka tidak sekedar masalah larang-melarang. WHO sendiri memang juga berpendapat tidak boleh ada Female Genital Mutilation (FGM) oleh tenaga kesehatan. Tetapi European Journal of Obstetric and Gynecolog bulan October 2004 lalu menganalisa bahwa usaha terbaik untuk mengatasi praktek sunat perempuan harus berupa pendekatan yang non-direktif, sesuai dengan kultur lokal dan dari banyak sisi (multi-factes). Pengalaman di beberapa negara, pendekatan legal-formal secara direktif justru menimbulkan resistensi. Bisa dibayangkan bila tenaga medis benar-benar dilarang ”melayani” sunat perempuan, justru membuka lebih lebar peluang praktek secara ”tradisional” yang jelas ilegal dan dapat membahayakan jiwa seseorang. Pengalaman di Kenya menunjukan, justru melalui medikalisasi secara perlahan bisa dicapai pemahaman masyarakat yang lebih proporsional mengenai sunat perempuan. Sebagian masyarakat memang tetap menganggapnya sebagai kewajiban, tetapi kepedulian terhadap risiko keehatan membuat mereka lebih berhati-hati. Wujudnya dengan memilih tipe FGM yang berisiko minimal (tipe paling ringan atau sekedar sunat psikologis). Pendekatan multi-facets harus melibatkan pihak-pihak seperti organisasi keagamaan, mengingat bagaimana alasan yang mendominasi praktek sunat perempuan di Indonesia, agar diperoleh kesamaan pandangan agama soal sunat perempuan. Kurikulum kesehatan reproduksi yang marak diusulkan juga dapat dijadikan wahana yang baik untuk mendidik pemahaman suatu masyarakat tertentu.

    Desember 19, 2009 at 2:28 am Tinggalkan komentar

    Hari AIDS Sedunia

    Hari AIDS Sedunia pertama kali dicetuskan pada Agustus 1987 oleh James W. Bunn dan Thomas Netter, dua pejabat informasi masyarakat untuk Program AIDS Global di [[Organisasi Kesehatan Sedunia di Geneva, Swiss. Bunn dan Netter menyampaikan ide mereka kepada Dr. Jonathan Mann, Direktur Pgoram AIDS Global (kini dikenal sebagai UNAIDS). Dr. Mann menyukai konsepnya, menyetujuinya, dan sepakat dengan rekomendasi bahwa peringatan pertama Hari AIDS Sedunia akan diselenggarakan pada 1 Desember 1988. Hari AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal  1 Desember diperingati untuk menumbuhkan kesadaran terhadap  wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV. Konsep ini digagas pada Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia mengenai Program-program untuk Pencegahan AIDS pada tahun 1998  Sejak saat itu, ia mulai diperingati oleh pihak pemerintah, organisasi internasional dan yayasan amal di seluruh dunia

    AIDS adalah sindrom kumpulan berbagai gejala dan infeksi sebagai akibat dari kerusakan spesifik sistem kekebalan tubuh karena infeksi virus HIV pada manusia, dan virus yang mirip pada spesies lain (SIV, FIV, dan lain-lain).  AIDS sendiri merupakan kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yang dapat diartikan sebagai sindrom menurunnya kekebalan tubuh. AIDS ini merupakan sindrom yang disebabkan oleh sebuah virus yang dikenal dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus), yang dapat diartikan sebagai virus penurunan kekebalan tubuh pada manusia.

    HIV itu sendiri dapat terjadi karena hubungan seks (oral/vaginal/anal) yang tidak aman, menggunakan NARKOBA dengan jarum suntik secara bergantian dengan banyak orang, transfusi darah, hubungan ibu dan anak selama kehamilan maupun menyusui, serta kontak cairan tubuh dengan penderita. Perpindahan virus ini datang tanpa disadari, sebab tidak ada gejala yang ekstrim ketika HIV masuk ke dalam tubuh seseorang.

    Masa inkubasi dari HIV/AIDS merupakan waktu yang sangat panjang, karenanya seseorang yang mengidap HIV/AIDS tidak mengetahui bahwa dirinya telah terjangkit penyakit. Klimaks dari penyakit ini yaitu apabila seseorang telah mengalami penurunan imunitas tubuhnya, mudah terjangkit berbagai penyakit ringan misalnya batuk atau flu. Tetapi batuk dan flu yang berkepanjangan tidak sembuh-sembuh membuka celah untuk penyakit lain masuk ke dalam tubuh penderita seperti TBC

    Penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, keringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, kelemahan, dan penurunan berat badan. Setelah diagnosis AIDS dibuat, rata-rata lama waktu bertahan dengen terapi antiretroviral (2005) diperkirakan lebih dari 5 tahun, tetapi karena perawatan baru terus berkembang dan karena HIV terus berevolusi melawan perawatan, perkiraan waktu bertahan kemungkinan akan terus berubah. Tanpa terapi antiretroviral, kematian umumnya terjadi dalam waktu setahun. Kebanyakan pasien meninggal karena infeksi oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan hancurnya sistem kekebalan tubuh.

    Di Indonesia, masih banyak yang kurang sigap dan waspada terhadap AIDS ini. Kurangnya pengetahuan mendasar dan sosialisasi yang mengakibatkan kurangnya kewaspadaan terhadap AIDS. Kurangnya pengetahuan tentang AIDS, sebagian kelompok masyarakat yang terkena virus HIV ini malah dijauhi. Takut terkena AIDS adalah alasan yang utama. Kelompok penderita AIDS ini dinamakan ODHA (Orang Dengan HIV / AIDS). Namun pada kenyataannya ODHA membutuhkan dukungan dari lingkungannya untuk tetap menjalani kehidupannya

    Desember 2, 2009 at 2:44 am Tinggalkan komentar

    Waspada Leptospirosis

    Musim hujan sudah datang kembali

    well…kita harus waspada akan bahaya berbagai macam penyakit yang mungkin timbul pada saat musim penghujan.

    musim hujan terkadang akan menyebabkan banjir diberbagai daerah di Indonesia, hal tersebut yang dapat menyebabkan kontaminasi bibit penyakit dengan manusia. Salah satu penyakit yang timbul pada saat banjir ialah leptospirosis

    Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena. Kuman Leptospira biasanya memasuki tubuh lewat luka atau lecet kulit, dan kadang-kadang lewat selaput di dalam mulut, hidung dan mata. Berbagai jenis binatang bisa mengidap kuman Leptospira di dalam ginjalnya seperti tikus,  anjing, babi, kuda,  kucing dan domba. Penyampaiannya bisa terjadi setelah tersentuh air kencing hewan itu atau tubuhnya. Tanah, lumpur atau air yang dicemari air kencing hewan pun dapat menjadi sumber infeksi. Makan makanan atau minum air yang tercemar juga kadang-kadang menjadi penyebab penyampaiannya. Pada saat banjir terjadi air seni hewan yang mengandung kuman Leptospira akan mengikuti arus aliran air yang dapat menginfeksi seseorang melalui luka yang terdapat pada tubuhnya.

    Gejala yang ditimbulkan:

    Gejala dini Leptospirosis umumnya adalah

    1. Demam
    2. Sakit kepala
    3. Nyeri otot
    4. Gerah
    5. Muntah
    6. Mata merah

    Cara mencegah Leptospirosis

    1. Meningkatkan hygiene sanitasi perorangan
    2. Hindari berenang di dalam air yang mungkin dicemari dengan air seni binatang
    3. Tutup luka dan lecet dengan balut kedap air terutama sebelum bersentuhan dengan tanah, lumpur atau air yang mungkin dicemari air kencing binatang.
    4. Pakailah sepatu bila keluar terutama jika tanahnya basah atau berlumpur

    Soo….kita harus waspada terhadap leptospirosis

    Desember 2, 2009 at 1:35 am Tinggalkan komentar

    Junk Food

    junk food???

    enaak bgt sihh tapiii???

    dibalik semua itu banyak bahaya yang bakal muncul

    Sudah sering kita mendengar kata Junk food dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya yang termasuk golongan junk food adalah makanan yang kandungan garam, gula, lemak, dan kalori tinggi, tapi kandungan gizinya sedikit. Yang paling termasuk dalam jenis ini adalah keripik kentang yang mengandung garam, permen, semua dessert manis, makanan fast food yang digoreng, dan minuman bersoda atau berkarbonasi.  Pada makanan junk food biasanya kandungan vitamin, protein atau mineralnya sangat rendah. Junk food mengandung banyak sodium, saturated fat, dan kolesterol. Bila jumlah ini terlalu banyak di dalam tubuh, maka akan menimbulkan banyak penyakit. Dari penyakit ringan sampai penyakit berat seperti darah tinggi, stroke, jantung, dan kanker. serem jugaa….

    Saturated Fat

    Adalah jenis lemak yang merangsang hati kita untuk memproduksi banyak kolesterol. Kolesterol sendiri didapat dengan dua cara. Pertama, dihasilkan oleh tubuh. Kedua, berasal dari produk hewan yang kita konsumsi. Sebenarnya, kita enggak perlu menambahkan kolesterol masuk dalam tubuh karena tubuh kita sudah menghasilkan kolesterol. Kolesterol banyak terdapat dalam daging, ikan, telur, butter, susu, dan keju. Bila jumlahnya berlebihan, kolesterol dapat menutup saluran darah. Tersumbatnya saluran tersebut mengakibatkan pasokan darah dan oksigen dalam darah tidak lancar ke seluruh tubuh, termasuk ke otak.  Tersumbatnya pasokan darah dan oksigen ke otak dapat menyebabkan stroke.

    Sodium

    Adalah bagian dari garam. Dalam tubuh, jumlahnya tidak boleh lebih dari 3300 miligram. Sodium ini biasanya selalu ditambahkan pada setiap makanan, terutama makanan junk food

    Makanan yang banyak mengandung sodium antara lain:

    • Pizza
    • Burger
    • Chesee Burger
    • Mie Instant
    • Penyedap
    • Makanan dalam kaleng
    • French fries
    • Semua Snack yg gurih2

    makanan yg enak-enak tapi bikin penyakit di hari nanti, serem juga kan!

    mending mulai kita kurangi makanan junk food itu

    STOP JUNK FOOD!!

    Desember 2, 2009 at 1:03 am Tinggalkan komentar

    Indonesia Sehat 2010?????????

    Udah tinggal beberapa hari lagi kita ngelewatin tahun 2009,dan menjelang 2010….sooo?gmna yah persiapan kita?

    gmana dengan negara kita yang punya misi Indonesia sehat 2010??

    Visi Indonesia Sehat 2010 yang telah dirumuskan oleh Dep.Kes (1999) menyatakan bahwa, gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia.

    Visi tersebut telah tiga tahun yang lalu berhasil dirumuskan oleh Departemen Kesehatan RI yang mestinya telah dijabarkan kedalam program kerja yang lebih bersifat operasional untuk mencapai visi itu. Beberapa hari lagi kita akan mencapai tahun 2010, dan saat itu kita tentu akan menyaksikan bersama apakah gambaran tersebut akan menjadi kenyataan?. Namun yang perlu kita renungkan visi Indonesia sehat 2010 sebenarnya visi siapa? Bila itu merupakan visi Departemen Kesehatan RI saja atau yang dirumuskan hanya oleh beberpa pejabat saja sedangkan dalam cita citanya adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat.

    Akhirnya kita sebagai rakyat Indonesia perlu merenung sejenak untuk membayangkan dapatkan visi mulia “Indonesia Sehat 2010 ” itu akan terwujud. Tentunya kita tidak berharap bahwa pada saatnya nanti visi itu akan menjadi sekedar jargon yang terlewatkan dan terlupakan begitu saja. Sementara dunia telah metapkan status kesehatan masyarakat menjadi salah satu komponen Human Development Index ( HDI ) yaitu indikator kemajuan kualitas SDM suatu bangsa. 

    Desember 10, 2009 at 4:59 am Tinggalkan komentar

    Swine Flu

    Flu babi (swine flu) merupakan penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini sebenarnya jamak menyerang ternak babi, namun kini telah mengalami perubahan yang drastis dan mampu untuk menginfeksi manusia. Gejala yang timbul pada manusia pun mirip dengan apa yang terjadi pada babi. Influenza babi atau “flu babi” awalnya merupakan penyakit respirasi akut sangat menular pada babi yang disebabkan oleh salah satu virus influenza babi, termasuk di antaranya virus influenza tipe A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2.

    Flu babi pertama kali diisolasi dari seekor babi yang terinfeksi pada tahun 1930 di Amerika Serikat. Pada perkembangannya, penyakit ini dapat berpindah ke manusia terutama menyerang mereka yang kontak dekat dengan babi. Lama tidak terdengar lagi kabarnya ternyata virus ini mengalami serangkaian mutasi sehingga muncul varian baru yang pertama kali menyerang manusia di Meksiko pada awal tahun 2009. Varian baru ini dikenal dengan nama virus H1N1 yang merupakan singkatan dari dua antigen utama virus yaitu hemagglutinin tipe 1 dan neuraminidase tipe 1.

    Gejala Flu Babi
    Gejala flu babi pada manusia umumnya serupa dengan gejala infeksi virus influenza yang biasa menyerang manusia yakni

    1. Demam lebih dari 37,8 derajat celcius
    2. Sakit tenggorokan
    3. Batuk
    4. Pilek
    5. Sakit kepala dan nyeri.
    6. Pada beberapa orang ditandai dengan diare dan muntah-muntah

    Tindakan pencegahan antara lain bisa dilakukan dengan menghindari kontak dengan orang yang sedang sakit, menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin, mencuci tangan dengan air dan sabun, sebisa mungkin menghindari kontak dengan orang lain saat flu serta mencari pertolongan medis jika sakitnya parah supaya mendapatkan pengobatan.

    Cara Penularan Virus Flu Babi
    Hingga saat ini  belum mengetahui secara pasti cara penularan virus flu babi tersebut, seberapa lama waktu atau jarak yang dibutuhkan. Namun secara umum,virus flu menyebar melalui batuk dan bersin yang tidak ditutupi atau saat seseorang menyentuh mulut atau hidung dari tangan yang kotor. Mengingat virus flu dapat hidup di permukaan kulit untuk beberapa jam. Layaknya saat seseorang menyentuh pegangan pintu yang sebelumnya dipegang oleh orang lain yang bersin ditangannya. Daging babi yang dimasak tidak akan menularkan flu jenis ini.

    Pencegahan Flu Babi
    cara pencegahan yang mudah dapat dilakukan antara lain:  Tutup mulut saat batuk dan bersih dengan tisu yang kemudian segera dibuang, atau bersin pada bagian siku dibandingkan menggunakan tangan.

    Desember 10, 2009 at 4:11 am Tinggalkan komentar

    Hello world!

    Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

    Desember 2, 2009 at 12:07 am 1 komentar


    Kategori

  1. Blogroll

  2. Feeds